Ubuntu 11.04: Ketika Gnome Berganti Unity

Posted by gilang.kurniawan Selasa, 10 Mei 2011 0 comments
Jakarta – Dalam Ubuntu Developer Summit Oktober 2010, Mark Shuttleworth mengumumkan Ubuntu 11.04 akan dirilis dengan Unity sebagai desktop environment bawaan.
Meskipun menggunakan Unity, namun aplikasi yang ditambahkan akan tetap menggunakan aplikasi berbasis Gnome. Sekedar diketahui bahwa Unity adalah desktop environment untuk Ubuntu Netbook Edition sejak versi 10.10.
Ada banyak sekali tanggapan atas berita ini dan kritikan paling tajam tentu saja datang dari kalangan pengguna mahir. Alasannya sederhana, karena Unity bukan desktop shell yang cukup bersahabat untuk pengguna kelas mahir.

Unity adalah desktop shell yang hanya menggunakan satu desktop dengan tampilan full-screen. Ini bisa dimengerti karena memang Unity adalah desktop shell untuk netbook yang memiliki layar mini.
Dan bagi pengguna mahir, kemampuan Unity jauh berbeda dengan Gnome di mana pengguna dapat mengatur jumlah desktop yang diinginkan. Jumlah desktop lebih dari satu adalah kemampuan yang paling diinginkan oleh pengguna mahir yang biasa menggunakan komputernya untuk berbagai hal.
Salah satu pertanyaan yang paling mendasar adalah mengapa Canonical memilih membuat Unity alih-alih mengembangkan Gnome Shell? Alasan paling masuk akal dalam dunia pemrograman adalah kode dalam Gnome merupakan kode jadul (jaman dulu).
Dan bagi programmer bekerja dengan kode jadul adalah penderitaan. Ketika programmer bekerja keras menambahkan dan menyempurnakan kode jadul, dalam pikiran mereka terbersit: ‘saya bisa membuat yang lebih baik dari ini.’

Persiapan Masa Depan?

Tapi, bukan itu yang dikatakan Shuttleworth. Ubuntu adalah distro yang meletakkan tampilan sebagai salah satu fondasi agar dikenal. Dan untuk membuat tampilan yang benar-benar menarik Ubuntu harus mengubah beberapa hal.
Salah satu gagasan Canonical untuk Ubuntu adalah menghadirkan global menu yang sayangnya ditolak oleh Gnome. Dan Ubuntu sendiri juga menolak menggunakan Mutter yang dihadirkan oleh Gnome karena alasan performa dan memilih menggunakan Compiz.
Shuttleworth juga berpendapat bahwa multitouch adalah teknologi masa depan yang tidak terelakkan. Dan untuk menyiapkan diri di dunia multitouch Unity adalah senjata yang tepat yang dapat digunakan oleh Linux, menurut Shuttleworth.
Apa yang dilakukan Canonical memang bukanlah hal baru. Ada banyak yang telah melakukan hal ini sebelum Canonical. Intel dengan proyek Moblin, Nokia dengan proyek berbasis Qt untuk smartphone, OLPC, OpenMoko, Novell, dan tentu saja Android.
Apakah mereka semua sukses? Tidak, kecuali Android. Apakah kali ini Unity akan mendulang sukses? Bisa iya, bisa juga tidak.
Ubuntu saat ini telah memiliki pengguna di berbagai penjuru dunia. Mulai dari pengguna mahir hingga end-users.

Pengguna Mahir Bakal Kabur?

Sukses bagi Canonical tentu saja bukanlah hal sulit melihat banyaknya pengguna Ubuntu. Toh, beralih dari Gnome ke Unity untuk end-users juga hal mudah. Namun, jika Canonical memang berniat mendulang sukses ada baiknya mereka belajar dari Android.
Bagi end-users perubahan dari Gnome ke Unity bukanlah persoalan yang rumit. Selain tidak jauh berbeda dengan Gnome, Unity juga jauh lebih menarik. Jadi, tenang saja.
Nah, bagi pengguna mahir ini menimbulkan efek yang cukup besar. Unity adalah produk yang masih jauh dari sempurna karena memang masih bayi selain juga tidak cukup mengakomodir keperluan pengguna mahir.
Jadi, pilihan bagi pengguna mahir adalah mengubah desktop shell atau berpindah distro. Ini dunia open source, bukan?
Bagi Gnome mania, mari berharap semoga akan ada Gubuntu (Gnome Ubuntu).

0 comments:

Posting Komentar

Popular Posts